GLOBAL WARMING
Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global atau yang sering kita sebut global warming adalah adanya proses
peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Segala
sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian
besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah
dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari
panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat
menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air karbondioksida
(CO2), metana (CH4), dan clorofluorocarbon (CFC) yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi.
Hal
tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata
tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana
kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas
ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di
bawahnya.Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala
makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi
sangat dingin.
Dengan
temperatur rata-rata sebesar 15°C (59°F),bumi sebenarnya telah lebih
panas 33°C (59°F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18°C
sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi).
Pemanasan global juga sering dikaitkan dengan perubahan iklim. Trenberth, Houghtonand Filho (1995)dalam Hidayati (2001) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang.
Menurut Effendy (2001) salah satu akibat dari penyimpangan iklim adalah terjadinya fenomena El-Nino dan La-Nina. Fenomena El-Nino akan menyebabkan penurunan jumlah curah hujan jauh di bawah normal untuk beberapa daerah di Indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat fenomena La-Nina berlangsung.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan iklim yang signifikan, seperti yang terjadi di negara kita Republik Indonesia, efek dari pemanasan ini telah menyebakan perubahan iklim yang ekstrim. Di beberapa daerah sering terjadi hujan lebat yang mengakibatkan banjir bandang dan longsor, munculnya angin puting beliung, bahkan kekeringan yang mengancam jiwa manusia. Keseluruhan ini sebagai akibat berkurangnya hutan (Wikipedia Indonesia, 2007).
Badan Planologi Departemen Kehutanan melalui citra satelit menunjukkan luas lahan yang masih berhutan atau yang masih ditutupi pepohonan di Pulau Jawa tahun 1999/2000 hanya tinggal empat persen saja. Kawasan ini sebagian besar merupakan wilayah tangkapan air pada daerah aliran sungai (DAS). Akibat dari kejadian ini hilangnya suatu kawasan hutan yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek. seperti kebutuhan air, oksigen (O2), kenyamanan (iklim mikro)
keindahan (wisata), penghasil kayu, rotan, dammar, penyerapan karbon,
pangan dan obat-obatan, sekarang ini sudah sulit didapatkan lagi
(Hidayati, 2001).
B. Penyebab Pemanasan Global
a) Efek rumah kaca
Efek-efek
dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai
proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah
kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih
banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan
gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap
air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air
Efek
rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat
gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air
absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan
agak menurun karena udara menjadi menghangat).(Houghtonand Filho, 1995)
b) Efek uapan balik
Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena
CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Efek-efek umpan balik
karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila
dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke
permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila
dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan
radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan.
Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada
beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan
tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim,
antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak
antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga
500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke
Empat).
Walaupun
demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan
dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan)
dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan
balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya
oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat
kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan
melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik
daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit
bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak
radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih
banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan
balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap
pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga
menimbulkan umpan bali positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon
juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh
menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi
pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon
yang rendah.
Pada
awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil
akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur
rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para
peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International
Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna
Loa di Hawai. Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan
konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari
atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan
menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas
rumah kaca di atmosfer. (Aguste Comte, 1982)
c) Model iklim global
Para
ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat,
tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur
terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi
lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh
data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas.
Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini,
akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan
sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang
dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan
oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari
stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari
s
Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan
planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini
menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar
terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh
tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun
1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998
menjadi yang paling panas. (Koento wibisono. S, 1984)
d) Variasi matahari
Terdapat
hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan
kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi
kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini
dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas
Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling
tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila
aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini.
(Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut
tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena
variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin
telah memberikan efek pemanasan dari masa pra- industri hingga tahun
1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada
beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari
mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke
University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi
terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode
1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan
rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini
membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca
dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa
efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah
dipandang remeh.
Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada
tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss
menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat
"keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus
Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk
berkontribusi terhadap pemansan global. (Soeparmo, A.H, 1985)
C. Akibat dari Terjadinya Global warming
Meningkatnya
suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain
seperti meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim cuaca,
tinggi permukaan air laut, hilangnya pantai, pertanian, kehidupan hewan
liar dan kesehatan manusia. cuaca.
Para
ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara
dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari
daerah- daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair
dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di
perairan Utara tersebut. Daerah- daerah yang sebelumnya mengalami salju
ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah
subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.
Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak
air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah
kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan
yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk
awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan.
Kelembaban
yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 %
untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh
dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir
ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat
menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering
dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan
pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya
dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
(Northern Hemisphere, 1874)
a. Peningkatan permukaan laut
Perubahan
tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang
stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan
lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak
es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume
air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm
(4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi
peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda,
17,5% daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing,
pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai
muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara
kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah
pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut
akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi)
akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat.
Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan
daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi
sebagian besar dari Florida Everglades.
Selain
itu dengan adanya pemanasan global suhu permukaan air laut menjadi
lebih hangat, sehingga meningkatkan tekanan bagi ekosistem laut seperti
batu karang yang menjadi putih. Pada proses ini karang-karang melepaskas
ganggang yang memberikan warna dan makanan pada karang, sehingga karang
menjadi putih dan mati.Peningkatan suhu air juga membantu menyebarkan
penyakit-penyakit yang sangat mempengaruhi kehidupan mahkluk-mahkluk di dalam laut (Hart J, 2005).
b. Suhu global cenderung meningkat
Orang
mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih
banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di
beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan
mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya
masa tanam.
Di
lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian
Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita
jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai
reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan- bulan masa tanam.
Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat. (Jain, R.K, 1987)
c. Gangguan ekologis
Hewan
dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek
pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam
pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke
atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari
daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi,
pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini.
Spesies-spesies
yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota
atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang
tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan
musnah. Beberapa spesies sangat sulit untuk dapat bertahan di habitatnya
sekarang. Beberapa tanaman bunga tidak dapat berbunga tanpa mengalami
musim dingin yang benar-benar dingin.
Dan
kegiatan manusia telah mempersulit tumbuhan dan binatang untuk mencapai
habitat barunya bahkan tidak memungkinkan bagi tumbuhan dan binatang
untuk mencari habitat baru.
Di
dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang
yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit
yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang
diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin
meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu
dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah
di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat.
Penyakit-penyakit
tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam
dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi
meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang
lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.
Penderita kanker kulit juga meningkat. Gelombang panas yang terus
menerus dapat menyebabkan penyakit dan kematian. Banjir dan kekeringan
meningkatkan kelaparan dan kekurang gizi. Gejala yang sangat jelas
terlihat dari pemanasan global adalah berubahnya iklim. Contohnya, hujan
deras masih sering datang meski sudah memasuki bulan yang seharusnya
sudah terhitung musim kemarau.
Menurut
perkiraan, dalam 30 tahun terakhir pergantian musim kemarau ke musim
penghujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan
dari keadaan normal. Serangkaian bencana alam yang terjadi
beberapa tahun terakhir ini seperti banjir, kebakaran hutan, longsor,
kekeringan, erosi besar-besaran semuanya berhubungan dengan parahnya
keadaan hutan kita. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh konsesi dan
perkebunan telah menobatkan Indonesia sebagai negara pengemisi gas rumah
kaca terbesar ketiga di dunia,”
Indonesia
pantas malu karena telah menjadi negara terbesar ke-3 di dunia sebagai
penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan
gambut yang diubah menjadi pemukiman atau hutan industri. Jika kita
tidak bisa menyelamatkan hutan mulai dari sekarang, diperkirakan 5 tahun
lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang
habis, dan 15 tahun lagi seluruh hutan di Indonesia tidak akan tersisa
dan disaat itulah kita semua tidak bisa lagi menghirup udara bersih.
(Siahaan, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar